Selasa, 22 November 2016

Horeee...Sepakbola Indonesia Masuk Peringkat Tujuh Dunia

Horeee...Sepakbola Indonesia Masuk
Peringkat Tujuh Dunia

Dalam suasana berkabung yang beruntun, setelah
timnas Garuda senior terjungkal oleh timnas
Philipina di babak penyisihan grup ajang piala
AFF 2014 di Vietnam baru-baru ini, dan
sebelumnya timnas Garuda U-19 harus pulang
dengan kepala tertunduk lesu dari kejuaraan
piala Asia di Myanmar beberapa waktu lalu –
karena gagal memenuhi harapan masuk ke babak
semi final, ternyata Tuhan masih sayang kepada
publik sepak bola Indonesia. Sebuah keajaiban
yang tak diduga-duga, ternyata Indonesia
mampu menduduki peringkat TUJUH dunia!!!
Sungguh. Tidak disangka dan tak dinyana
memang. setelah sekian lama tertatih-tatih
menggapai harapan agar mampu berbicara
sebagai jawara di level Asean, kemudian
meningkat ke tingkat Asia, dan puncaknya
sampai mampu merebut trophy piala Dunia,
atawa paling tidak ‘mencicipi hingar-bingar’
final kejuaraan antar negara sedunia yang
sampai sekarang hanyalah ada dalam angan-
angan, dalam sekejap mata saja bisa menjadi
kenyataan, sama sekali beritanya bukan sekedar
hoax , atawa cuap-cuap media yang sekedar cari
sensasi saja.
Sebagaimana dikabarkan Kompas.com , di Sao
Paulo, Brasil mata dunia telah dikejutkan oleh
penampilan 12 anak-anak kampung dari
Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, yang
berlaga untuk mewakili Indonesia (Garuda Muda)
dalam final Danone Nations Cup (DNC) 2014.
Mereka disebut "Superkids Indonesia" karena
postur tubuh yang kecil. Namun, meski berpostur
kecil, mereka mampu membungkam grup-grup
raksasa persepakbolaan dunia, seperti Afrika
Selatan, yang telah dua kali membawa Piala DNC,
atau Perancis, yang berhasil dikalahkan anak-
anak ini lewat drama adu penalti. Padahal,
selama ini, Perancis adalah tim yang paling
disegani dan ditakuti di DNC 2014.
"Saat awal datang ke Brasil banyak yang kurang
peduli terhadap Garuda Muda Indonesia karena
tubuh mereka kecil. Tapi, begitu berhasil
mengalahkan Afrika Selatan, terutama Perancis,
mereka terkesima. Bahkan, pelatih Perancis
menjuluki anak-anak ini 'Superkids Indonesia',
yang diikuti oleh tim lainnya memanggil
'Superkids Indonesia'," ujar pelatih M Ridwan,
Rabu (26/11/2014).
Meski anak-anak ini begitu terkenal dalam
persepakbolaan dunia, belum banyak masyarakat
Indonesia yang mengenalnya. Anak-anak ini
tergabung dalam sekolah sepak bola (SSB) asal
Purwakarta, Jawa Barat, Asad 313 Purwakarta,
asuhan Manajer Alwi, pelatih M Ridwan, dan
Kepala SSB Asad, Ahmad Arif Imamulhaq.
Dalam laga internasional pertamanya, Asad
berhasil membungkam lawan-lawan tangguh dari
Afrika Selatan (dua kali juara turnamen DNC),
mengimbangi Meksiko 1-1, dan menekuk Belgia
2-0. Di babak 16 besar, Garuda Muda Indonesia
ini menyingkirkan juara bertahan Perancis lewat
adu penalti. Asad harus menghentikan
permainannya di babak delapan besar dan
membawa pulang peringkat tujuh sepak bola
dunia 2014.
Memang betul. Sejak lama Indonesia memiliki
banyak potensi untuk menggapai asa di dunia
sepakbola. Sebagaimana dibuktikan anak-anak
kampung dari Purwakarta tersebut. Anak-anak
di Indonesia sejak dini sepertinya sudah memiliki
bakat alam dalam permainan si kulit bundar ini.
bahkan anak-anak tersebut datang dari berbagai
pelosok yang sulit terjangkau peradaban modern
yang berkembang dewasa ini. Selain itu mereka
(anak-anak tersebut) pun dilahirkan dari
keluarga kurang mampu, alias keluarga yang
hidup di bawah garis kemiskinan.
Tidak hanya anak-anak dari Purwakarta saja
memang. Jauh sebelumnya telah banyak pesepak
bola nasional yang datang dari pelosok desa, dan
dilahirkan oleh keluarga miskin. Akan tetapi
manakala nama besar sudah diraihnya, dibarengi
dengan menggunungnya pundi-pundi uang
sebagai imbalan dari cucuran keringatnya di
tengah lapangan, merekapun seakan sudah
merasa puas, atawa seringkali ibarat pelaut yang
lupa daratan.
Sebelumnya, saat mereka belum lagi ‘besar’
selalu dikatakannya ingin menjadi pemain top
dunia – sebagaimana pemain yang diidolakannya,
dan membawa Indonesia ke kancah internasional.
Akan tetapi di dalam kenyataannya, baru saja
berhasil menjadi pemain top di level lokal saja,
sepertinya mereka pun lupa dengan cita-cita
semula. Yang ada malah sebaliknya, mereka pun
terkadang menjadi ‘besar kepala’, dan manjanya
gak ketulungan bak bocah kecil saja.
Sehingga pada kesempatan ini, saya titip pesan
kepada Kang Dedi Mulyadi, ‘penguasa’
Purwakarta yang memiliki perhatian besar
terhadap prestasi anak-anak desanya, jangan
lupa untuk belajar dari semua kegagalan
pembinaan yang dilaksanakan para pelaku sepak
bola di Indonesia selama ini. Paling tidak
berusahalah agar anak-anak itu kelak tidak
manja, tidak besar kepala sebelum tergapai
harapan menjadi pemuka di ajang tertinggi:
Piala Dunia.

0 komentar:

Posting Komentar